You are currently viewing KUDA SETAN!?

KUDA SETAN!?

Kajian Kitab Al-Arba’un Al-Masnadiyyah lil Khail 10

KUDA SETAN!?

Hadis Kedua

Dari Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الخَيلُ ثلاثةٌ: ففَرَسٌ للرَّحمنِ، وفَرَسٌ للإنسانِ، وفَرَسٌ للشَّيطانِ، فأمَّا فَرَسُ الرَّحمنِ: فالذي يُربَطُ في سَبيلِ اللهِ، فعَلفُه ورَوثُه وبَولُه -في ميزانه ، وأمَّا فَرَسُ الشَّيطانِ: فالذي يُقامَرُ أو يُراهَنُ عليه، وأمَّا فَرَسُ الإنسانِ: فالفَرَسُ يَرتبِطُها الإنسانُ يلتمِسُ بَطنَها، فهي تستُرُ مِن فَقرٍ

“Kuda itu ada tiga macam: Satu kuda milik Allah, satu kuda milik manusia, dan satu kuda milik setan.

Adapun kuda Allah, ialah yang disiapkan untuk berjihad di jalan Allah, maka setiap butir pakannya, kotorannya, bahkan air kencingnya akan dihitung sebagai pahala bagi pemiliknya.

Adapun kuda setan, ialah kuda yang digunakan dalam perjudian.

Adapun kuda manusia, ialah kuda yang dimanfaatkan hanya untuk dikembangbiakkan, sebagai sumber nafkah bagi pemiliknya.”

(HR. Ahmad no. 3747, Sunanul Kubra, Al-Baihaqi 10/21)

Hadis di atas menjelaskan tentang macam-macam kuda sesuai niat pemiliknya dan untuk apa kuda itu dipelihara dan digunakan.

Yang paling agung dan mulia dari ketiganya adalah yang dijuluki oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai “kuda Allah”, yaitu yang disiapkan oleh pemiliknya untuk berjihad di jalan Allah, meninggikan kalimat Allah, berjaga-jaga di perbatasan, penaklukan berbagai negeri, dan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Maka demikian, setiap butir pakannya akan dinilai sebagai pahala bagi pemiliknya, bahkan setiap kencing dan kotorannya akan dihitung sebagai pahala juga.

Adapun “kuda setan” adalah kuda yang dijadikan taruhan dalam berjudi, entah dalam bentuk dua orang atau lebih yang memainkan judi dan menjadikan kudanya sebagai taruhan di dalamnya, maupun dalam bentuk kuda itu sebagai sarana permainan judi itu sendiri. Dalam hadis ini ada isyarat akan haramnya perjudian.

Adapun “kuda manusia” adalah yang diternak hanya untuk dimanfaatkan hasil perkawinannya dan diperjualbelikan, yang menjadikan kuda tersebut sebagai sumber nafkah bagi pemiliknya (tanpa ada maksud untuk disiapkan di jalan Allah).

Penerjemah: Ustadz Abdullah Ghifar (Mahasantri Ma’had Al Jawi Al Ilmi)

Selengkapnya tentang Al-Arba’un fi Taushifi Khailir-Rahman

This Post Has One Comment

Tinggalkan Balasan