Kajian Kitab Al-Arba’un Al-Masnadiyyah lil Khail 9
Memperbaiki Niat Saat Memelihara Kuda
Bab 1: Pentingnya Memperbaiki Niat Saat Memelihara Kuda
Hadits Pertama
Dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“الخيل لرجل أجر، ولرجل سِتر، وعلى رجل وِزر، فأما الذي هي له أجر، فرجل ربطها في سبيل الله، فأطال لها في مَرُج أو رَوضة، فما أصابت في طِيَلها ذلك من المَرْج أو الرَّوضة كانت له حسنات، ولو أنها قَطعت طِيَلها ذلك. فاستنَّت شرَفا أو شرَفين كانت آثارها وأرْواثها حسنات له، ولو أنها مرت بنهر فشربت منه، لم يرد أن يسقي به، كان ذلك له حسنات، فهي له أجر، ورجل ربطها تغَنِّيا وتعفُّفا، ولم ينس حق الله في رقابها ولا ظُهورها، فهي لذلك ستر، ورجل ربطها فخْرا ورياء، فهي على ذلك وزر”.
“Kuda itu ada tiga macam: satu kuda sebagai pahala, satu kuda sebagai hiasan, dan satu kuda sebagai dosa.
Adapun kuda yang menjadi pahala adalah jika seseorang memelihara kuda dengan niat digunakan di jalan Allah. Setiap kali kudanya diikat dengan tali di padang atau kebun, lalu tali itu menyentuh rerumputan atau dedaunan, semua itu adalah pahala bagi pemiliknya. Jika kuda itu tidak diikat dan berlari melewati satu atau dua bukit, maka jejak kaki dan kotorannya adalah pahala bagi pemiliknya. Jika kuda itu melewati sungai dan minum dari sungai tersebut, meski tidak dimaksudkan untuk memberinya minum, air itu juga dihitung sebagai pahala.
Adapun kuda yang menjadi hiasan adalah jika pemiliknya memelihara kuda tersebut untuk menambah koleksi dan kekayaannya, tetapi dia tidak melupakan hak-hak Allah yang ada pada kuda tersebut.
Adapun kuda yang menjadi dosa adalah jika pemiliknya memelihara kuda tersebut hanya untuk kesombongan dan pamer.” (HR. Bukhari no. 7356, Muslim no. 987)
Hadits ini menyebutkan tentang keutamaan kuda jika dirawat untuk digunakan di jalan Allah.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy menyebutkan dalam kitabnya Fathul Bari: “Sesungguhnya seseorang tidak diberi pahala hanya karena dia memiliki kuda tanpa meniatkan apa-apa dari kuda tersebut. Pahala baru diberikan jika dia menghadirkan niat yang baik sesuai dengan yang ditetapkan oleh syariat saat dia menggunakannya. Kuda tetaplah kuda, tetapi keadaan setiap orang yang merawatnya berbeda sesuai dengan niatnya.”
Dalam hadits ini disebutkan bahwa pahala akan diberikan kepada seseorang dengan niat yang benar melalui kudanya dan segala yang berkaitan dengannya, sebagai bentuk kemuliaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Sampai-sampai gerak-gerik, tempat gembala, bahkan kotorannya, semuanya dihitung sebagai pahala bagi seorang mujahid.
Hadits ini juga memotivasi untuk memelihara kuda, merawatnya, serta menghadirkan niat yang baik agar mendapatkan pahala darinya. Jika memelihara kuda hanya sebagai koleksi atau hiburan tetapi tidak melupakan hak-hak Allah di dalamnya, itu dihitung sesuai dengan apa yang diniatkan.
Imam Abu Hanifah mengambil kesimpulan dari kata “hak Allah” dalam hadits ini bahwa zakat dari kuda wajib. Pendapat ini dibantah dengan pandangan yang mengatakan bahwa “hak Allah” berarti menggunakannya untuk berperang di jalan Allah.
Yang perlu dihindari adalah niat untuk berbangga-bangga, sombong, atau sekadar pamer saat memelihara kuda, agar tidak menjadi dosa bagi pemiliknya.
Penerjemah: Ustadz Abdullah Ghifar (Mahasantri Ma’had Al Jawi Al Ilmi)