Bulan Muharram dan Pernikahan: Tradisi, Keyakinan, dan Pandangan Islam
Sebagian masyarakat Indonesia sering kali merencanakan tanggal pernikahan jauh-jauh hari sebelumnya. Mereka biasanya menghindari bulan Muharram atau yang dikenal dengan bulan Suro. Alasan di balik ini cukup sederhana, yakni keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan yang tidak baik untuk menggelar pernikahan. Namun, apakah benar demikian?
Keyakinan Tradisional dan Pengaruhnya
Dalam beberapa kebudayaan di Indonesia, ada keyakinan tertentu mengenai bulan-bulan yang baik dan buruk untuk melangsungkan pernikahan. Misalnya, di Minangkabau, terdapat anjuran untuk tidak melangsungkan pernikahan di bulan Syawal. Menariknya, keyakinan ini mirip dengan kepercayaan orang Arab Jahiliyah. Namun, Rasulullah SAW justru menikah dengan Sayyidah Aisyah di bulan Syawal, guna menepis anggapan sial di bulan tersebut.
Selain itu, bulan Safar juga dianggap kurang baik untuk melangsungkan pernikahan. Safar yang bermakna ‘kosong’ diartikan sebagai bulan ketika banyak orang meninggalkan rumah untuk berbagai tujuan seperti berdagang atau berburu, sehingga rumah mereka kosong. Demikian pula dengan bulan Muharram atau bulan Suro, yang sering kali dianggap sebagai bulan penuh kesialan dan bencana.
Pandangan Islam tentang Bulan Muharram
Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan yang dimuliakan oleh Allah. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci)” (QS. At-Taubah: 36).
Rasulullah SAW juga bersabda mengenai bulan-bulan suci ini dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari:
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“… satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan suci. Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban” (HR. Bukhari no. 3025).
Jadi, empat bulan suci tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah menjelaskan bahwa bulan-bulan ini disebut bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan dan larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan karena mulianya bulan tersebut.
Bulan Muharram: Bulan Allah
Rasulullah SAW menyebut bulan Muharram sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam” (HR. Muslim no. 2812).
Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iroqiy menjelaskan bahwa bulan Muharram disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut. Penyandaran khusus ini menunjukkan keutamaan bulan ini yang bahkan tidak ditemukan pada bulan-bulan lainnya.
Anggapan Kesialan dan Mencela Waktu
Berbagai anggapan kesialan tentang bulan Muharram atau bulan Suro, seperti bulan penuh musibah dan bencana, adalah salah satu bentuk mencela waktu. Dalam Islam, mencela waktu adalah perbuatan yang tidak disukai Allah. Sebagaimana firman-Nya:
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظْنُّونَ
“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’” (QS. Al-Jatsiyah: 24).
Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim:
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang” (HR. Muslim no. 6000).
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa bulan Muharram adalah bulan yang dimuliakan dalam Islam dan tidak ada larangan untuk melangsungkan pernikahan di bulan ini. Keyakinan bahwa bulan Suro atau bulan Muharram adalah bulan sial tidaklah berdasar dalam ajaran Islam. Sebaliknya, Islam mengajarkan untuk menghormati dan memuliakan bulan Muharram sebagai salah satu bulan suci. Oleh karena itu, tidak ada halangan untuk melangsungkan pernikahan di bulan yang mulia ini.