Kajian Kitab Al-Arba’un Al-Masnadiyyah lil Khail 14
Pahala Merawat Kuda: Kebaikan di Dunia dan Akhirat
Hadits Ke-6
Dari Sahabat Urwah bin Ja’d radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
الْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ, الْأَجْرُ وَالْمَغْنَمُ
“Kebaikan akan selalu terikat pada ubun-ubun kuda hingga hari kiamat; berupa pahala dan keberkahan.” (Muttafaq ‘alaih; HR. Bukhari: no. 2852, Muslim: no. 1875)
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata: “Kebaikan akan terikat pada ubun-ubun kuda sampai hari kiamat. Maka barangsiapa yang merawatnya dan memberinya nafkah sebagai sarana i’dad dan hanya mengharap pahala dari Allah, maka setiap rasa kenyang kudanya, rasa lapar, rasa segar setelah minum, rasa haus, bahkan setiap kotoran yang ia keluarkan akan menjadi pemberat timbangan pahala baginya.”
Ia akan mendapatkan keberkahan di dunia dan pahala di akhirat.
Imam At-Thibiy rahimahullah berkata: “Mungkin yang dimaksudkan dari “kebaikan” dalam hadits tadi adalah punggung kuda itu sendiri (yang seseorang akan mendapat banyak fadhilah jika berada di atasnya), atau makna yang lebih tepat adalah punggung kuda dan surainya semua adalah kebaikan, tetapi Rasulullah hanya menyebutkan ubun-ubun kuda saja karena posisinya yang lebih tinggi. [Dalam ilmu balaghah, ini disebut ‘isti’arah’ yaitu penyebutan hal yang diserupakan tanpa menyebutkan hal yang menyerupainya.] Di sini, punggung kuda adalah sebuah kebaikan, dan kebaikan itu diilustrasikan seakan-akan ia adalah sebuah benda yang terikat pada sesuatu yang tinggi. Karena posisi punggung kuda itu berada di bawah surai, maka diilustrasikan punggung itu terikat pada surainya.”
Imam Al-Haththabi mengatakan: “Ubun-ubun kuda adalah surai yang tergerai pada jidat kuda.”
Beberapa ulama mengatakan: “Arti dari ‘ubun-ubun kuda’ itu adalah seluruh badan kuda itu sendiri [yang berarti kebaikan itu terdapat pada seluruh badan kuda tanpa terkecuali], seperti dikatakan dalam peribahasa Arab, ‘orang itu diberkahi ubun-ubunnya’ [yang bermakna: seluruh badannya diberkahi].”
Dari Sahabat Jarir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Diriku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalin surai seekor kuda dengan dua jari beliau, seraya menyebutkan hadits yang serupa dengan hadits di atas.”
Bisa ditafsirkan juga bahwa hanya ubun-ubun kuda yang diberi kebaikan, itu dikarenakan ia adalah anggota badan kuda yang berada pada posisi paling depan saat menghadapi musuh. Dari situ diambil bahwa pasukan yang berada di garis depan lebih utama dibandingkan yang berada di belakang.
Bisa ditafsirkan juga bahwa maksud dari ‘kebaikan terikat pada ubun-ubun kuda’ yaitu seluruh jenis kuda jika digunakan untuk kebaikan, maka ia adalah sumber kebaikan pula. Berbeda halnya jika seseorang merawat kudanya untuk digunakan dalam keburukan, maka kudanya hanya akan menjadi sumber dosa baginya disebabkan niat yang salah.
Imam Al-Khaththabi rahimahullah mengatakan: “Dalam hadits ini terdapat sebuah petunjuk bahwa salah satu harta yang paling baik dan bersih adalah harta yang didapatkan seseorang dalam proses merawat kuda ini. Karena orang Arab sendiri menamai harta sebagai ‘خير’ yang secara harfiah diartikan sebagai kebaikan; sebagaimana firman Allah {إنْ تَرَكَ خَيْرًا} ‘jika seseorang meninggalkan خير (harta)’ (QS. Al-Baqarah: 180) dan Firman Allah {وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٍ} ‘dan sesungguhnya cintanya terhadap خير (harta) sungguh berlebihan’ (QS. Al-Adiyat: 8). [Maka makna dari ‘kebaikan terikat pada ubun-ubun kuda’ adalah: harta yang diperoleh dari merawat kuda adalah sebuah kebaikan].”
Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan keutamaan kuda atas binatang-binatang yang lain, karena belum kita dapati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seekor binatang pun selain kuda yang memiliki fadhilah ini.”
Dari Sahabat Anas bin Malik, ia berkata: “Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencintai sesuatu (dari binatang ternak) melebihi cintanya pada kuda.”
Dalam hadits di atas (yang berada di awal bab ini) juga terdapat isyarat bahwa spesies kuda akan tetap ada sampai hari kiamat, dan itu juga menjadi penguat akan hadits yang menceritakan tentang satuan tentara umat Islam beserta sepuluh pasukan penunggang kuda yang memerangi Dajjal di akhir zaman.
Penerjemah: Ustadz Abdullah Ghifar (Mahasantri Ma’had Al Jawi Al Ilmi)
Pingback: Kitab Al-Arba'un Fi Taushif Khailir Rahman - PP Al Jawi Al Ilmi