You are currently viewing Pahala Merawat Kuda: Pahala Sedekah yang Tidak Terputus

Pahala Merawat Kuda: Pahala Sedekah yang Tidak Terputus

Kajian Kitab Al-Arba’un Al-Masnadiyyah lil Khail 12

Pahala Merawat Kuda: Pahala Sedekah yang Tidak Terputus

Hadits Ke-4

Dari Sahabat Sahl bin Handzaliyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُنْفِقَ عَلَى الْخَيْلِ فِي سَبِيلِ اللهِ كَبَاسِطِ يَدِهِ بِالصَّدَقَةِ لَا يَقْبِضُهَا

“Sesungguhnya seseorang yang memberi nafkah kepada kuda di jalan Allah, maka seakan-akan ia menjulurkan tangannya untuk bersedekah (dengan sedekah) yang tidak terputus.” (HR. Ahmad 17.170, Abu Dawud 4089)

Dalam hadits ini disebutkan kata “memberi nafkah kepada kuda di jalan Allah”. Ada yang menyangka bahwa pahala yang dijanjikan itu hanya akan diraih saat seseorang menafkahinya pada waktu peperangan. Namun, sebenarnya tidak demikian. Maksud dari “di jalan Allah” dalam hadits ini adalah pada waktu peperangan maupun saat masa damai untuk persiapan berperang.

Merawat kuda, mencukupi biaya hidupnya, dan melatihnya sampai benar-benar siap digunakan sewaktu-waktu, juga dihitung sebagai “memberi nafkah pada kuda di jalan Allah”.

Dari hadits ini, kita juga bisa menyimpulkan bahwa jika seseorang memberi ‘nafkah’ pada kudanya bukan dengan tujuan ini, maka dia tidak mendapatkan pahala apa pun.

Dari sini kita tahu, bahwa di satu sisi seekor kuda adalah sebuah perhiasan, kebanggaan, serta kekuatan. Namun di sisi lain, seekor kuda memiliki kebutuhan hidup dan perawatan yang tidak murah. Tidak ada yang bisa menanggungnya kecuali seseorang yang benar-benar cinta dan mau mencurahkan tenaga dan hartanya. Dia merasa bahwa pengorbanan tenaga dan hartanya tersebut akan dibayar dengan kekuatan yang akan dia dapatkan dari kuda ini serta janji Allah akan pahala besar yang ia dapatkan kelak di akhirat.

Karena kuda, seperti yang kita tahu, memiliki kebaikan yang terikat pada ubun-ubunnya sampai hari kiamat, dan darinya kita mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

Penerjemah: Ustadz Abdullah Ghifar (Mahasantri Ma’had Al Jawi Al Ilmi)

Selengkapnya tentang Al-Arba’un fi Taushifi Khailir-Rahman

This Post Has One Comment

Tinggalkan Balasan